Dear kamu,
Hari ini cerah meskipun matahari
tersembunyi di balik gumpalan-gumpalan awan yang memenuhi hampir seluruh
langit. Angin mengantarkan rasa hangat dan menyentuh kulit dengan lembut. Ah,
terlalu naif jika aku berharap angin hangat yang sama bertiup juga di tempatmu
berpijak sekarang. Terlalu jauh perjalanan yang harus ditempuhnya. Dan, di bumi
yang semakin gersang,angin makin sulit berbisik. Dahulu, ia bisa menyampaikan
salam sepasang kekasih yang terpisah jarak lewat bisikannya dengan bunga dan
dedaunan. Namun, kini ia hanya bisa berdansa dengan debu dan udara panas.
Biarlah..., biarlah angin yang
menyentuhku saat ini tak sanggup pergi ke tempatmu. Biarlah ia menolak
membawakan pesan. Cukuplah bagiku alam masih menyediakan segala yang kita
butuhkan untuk tetap hidup dan berharap. Matahari pun masih melaksanakan
tugasnya hingga cahayanya membantu dedaunan tetap hidup, menumbuhkan
pohon-pohon yang tersisa di tanah subur. Darinya pula kita dapatkan kertas
untuk mencurahkan kata-kata yang kutulis saat ini.
Hey kamu..,
Apakah kau bahagia hari ini? Dengan
kecukupan udara untuk membantumu bernapas, dengan kesempurnaan tubuh yang kau
miliki, dengan kehadiran orang-orang yang menyayangimu tanpa pamrih, dengan
lindungan ALLAH SWT. yang menjaga langkahmu setiap hari. Apakah kau bahagia?
Aku tahu kau bahagia karena kebahagiaan sebenarnya begitu sederhana. Tapi,
apakah kau bahagia dalam kesendirianmu?
Setiap aku memandang senyum di fotomu,
aku melihat kebebasan terpancar di sinar matamu. Bebas, tak terikat, kau
menjelajah sesuka hati. Satu per satu teman dan sahabat menambatkan perahu
mereka dan berhenti bertualang. sementara kau masih bermain dengan tanah,ombak,
dan matahari. Tak terpikirkah olehmu, bahwa seseorang tengah merindumu,
menunggumu berlabuh? Tak adakah keinginan untuk melalui semua petualangan itu
dengan seseorang di sampingmu?
Hey kamu, sedang di manakah kau saat ini?
Apakah kau tenggelam di balik kaca
gedung tinggi di belantara ibu kota? Apakah besi yang terangkai dalam
mesin-mesin canggih tengah menjadi pusat perhatianmu? Ataukah pasir pantai yang
lembut sedang menggoda ujung-ujung kakimu yang telanjang? Ataukah rimbunan
dedaunan dan bintang hutan sedang menyanyikan lagu-lagu peri di sekitarmu?
Sering kali aku memejamkan mata,
berusaha menjangkaumu dalam pikiranku. Sungguh, aku ingin percaya bahwa pikiran
adalah sebuah gelombang yang bergerak dalam frekuensi tertentu. Dan, berharap
kau memiliki frekuensi yang sama hingga gelombang pikiran kita bertemu di
semesta. Tak peduli di belahan bumi mana pun aku berada, aku bisa memanggilmu.
Terkadang, aku begitu ingin
menghubungimu. Menekan angka demi angka di keypad, lalu menekan tombol
"Call". Menekan huruf demi huruf di keyboard, lalu mengklik button
"Send".Tapi, rasa malu seorang perempuan selalu menghalangiku begitu
rupa hingga semua selalu berujung di perintah "Delete". Nomorku tak
pernah muncul di layar ponselmu. Pesanku tak pernah ada di inbox e-mail mu.
Dan, namaku mungkin tak pernah ada di hatimu.
Ahh, Kamu...
Terkadang, aku menyesali, kenapa itik
buruk rupa sepertiku menginginkan elang yang terbang anggun di angkasa
sepertimu untuk berada di sisiku? Meski kau tak pernah merendahkanku, tetap
saja segala keterbatasanku menghalangiku untuk meraihmu. Sementara itu, kau
bisa memperoleh sesorang yang hampir sempurna untuk melengkapi setengah bagian
dari dirimu.
Kisah cintaku memang hanya mengulang
jutaan kisah cinta yang terjadi di dunia yang telah begitu renta ini. Aku
menyadari perasaanku justru setelah kita berpisah. Dongeng klasik. Namun, tetap
saja membingungkan setiap tokoh cerita yang mengalaminya. Oh, alangkah
sederhananya hidup, hanya mengulang sejarah dari masa ke masa. Tapi, alangkah
rumitnya manusia, hanya untuk mengekspresikan kasih sayang saja harus melalui
banyak tahap dalam pikiran. Terkadang, mereka menyiksa diri dengan diam dan
menyerah, bertanya-tanya di manakah keberanian akan ditemukan.
Sering juga aku menyangsikan bahwa
gelombang perasaan yang menderaku ini adalah cinta. Benarkah aku mencintaimu?
Lalu, di mana rasa ini bersembunyi pada waktu pertama kali kita bertemu? Tak
ada rindu ingin bertemu, tak ada debaran keras jantung saat melihatmu
tersenyum, tak kutemukan namamu di mana-mana. Bahkan, kau tak hadir dalam
mimpi-mimpiku saat itu. Bertahun-tahun setelah kita berpisah, aku terbangun di
suatu pagi dan diselimuti perasaan aneh, bahwa aku ingin memilikimu. Dengan
alasan yang tak kumengerti.
Semua kenangan bersamamu akhirnya
menjadi amat berharga. Maka, aku kembali mencari jejakmu yang hampir hilang
dilapis debu waktu. Setitik kecil tulisan, sepetak gambar foto, sepotong demi
sepotong ingatan tentang kata-kata yang pernah kau ucapkan, senyum yang pernah
kau berikan, bahkan ejekan dan godaanmu kukumpulkan kembali. Semakin jelas
kenangan itu terbentuk, semakin aku sadar bahwa di balik segala kehebatanmu,
kau begitu apa adanya. Tak ada kata-kata berlebihan, tak ada ekspresi palsu.
Perhatianmu padaku pun bukanlah sikap yang dibuat-buat. Mungkin, semua itu
tersimpan dan mengendap dalam pikiranku begitu lama hingga aku tak
menyadarinya. Dan, ketika memori itu tiba-tiba mengapung ke permukaan, aku
seolah-olah terbangun dan tersentak, AKU MEMBUTUHKAN SESEORANG SEPERTIMU DALAM
HIDUPKU.
Hey kamu,
Aku bahagia dengan semua yang kumiliki
hingga saat ini. Aku bahagia menjalani pilihan demi pilihan yang kubuat selama
rentang waktu yang terbentang sepanjang umurku. Aku tak meminta waktu diputar
ulang agar bisa bersamamu lebihh lama. Jikapun bisa aku kembali ke masa lalu,
tetap aku takkan mampu untuk menyatakan perasaanku.
Aku lebih suka waktu mengalir apa
adanya. Terkadang, ia seperti berlari begitu cepat hingga tak terasa usia
semakin merangkak tua. Namun, saat memikirkanmu waktu seolah-olah bergerak
lambat dan enggan beranjak hingga sepi terasa mendera lebih lama. Tapi, di satu
titik waktu, takdir akan berbicara tentang kita, memberi tahu keputusan yang
telah dibuat-Nya, jauh sebelum kita dilahirkan. Apakah aku dibuat dari tulang
rusukmu? Jika tidak, apakah perjumpaan kita akan membawa hikmah yang lebih
bermakna?
Hey kamu,
Kesabaran adalah jawaban terbaik yang
bisa dimiliki setiap makhluk penuh tanya bernama manusia. Di suatu tempat dalam
hati, aku meyakini dunia masih cukup sempit untuk mempertemukan kita kembali.
Entah apa yang akan terjadi saat itu. Aku mungkin serasa bermimpi dan tak ingin
bangun. Aku mungkin tak sanggup menatap matamu dan menahan segala rasa yang
tersimpan begitu lama. Dan, kau mungkin akan memandangku dengan senyum jenaka
seperti dahulu, seolah-olah jarak dan waktu tak pernah memisahkan pertemanan
yang pernah ada.
Jika Allah SWT. mengizinkan, apa pun
bisa terjadi, bukan?
Hey kamu,
Pesan ini mungkin takkan pernah sampai
kepadamu. Kurasa, nasibnya hanya akan berakhir di tempat sampah. Atau, hanya
tersembunyi di sebuah folder yang tak pernah kubuka lagi. Atau, haruskah
kulempar ia dalam sebuah botol dari tepi pantai? Berharap laut akan
mengantarkannya padamu?
Entahlah......., entahlah.......
Sampai ataupun tidak, aku hanya ingin
kau tahu. Dalam diamku aku berdoa kuasa-Nya akan membuatmu datang mengentuk
pintuku dan mengatakan kau pun membutuhkanku dalam hidupmu...
Dari seseorang yang selama ini
mencintaimu dalam diamnya :)